PATRAINDONESIA.COM (Kab. Tangerang) – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R di Perumahan Puspitek Asri, Kelurahan Pagedangan, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang dikeluhkan warga.
Asap dan bau tidak sedap dirasakan warga perumahan.
Pada saat team media mendatangi tempat pengolahan sampah tidak jauh dari permukiman Perumahan Puspitek Asri, nyaris diperlakukan tidak baik yang dilakukan pengelola TPST, Sabtu sekitar 10.30 wib.(07/01/2023)
Ketua paguyuban merangkap sekretaris RW bernama Bagus Priyanto tampaknya tidak berkenan tempat pengolahan sampah (TPST 3R) yang dikelolanya dipublikasikan.
Beberapa orang secara bersamaan teriak bersorak-sorai menertawakan wartawan sambil menuding, “Siapa yang mengarahkan Anda ke sini,” teriaknya.
Dikarenakan situasi sudah tidak kondusif akhirnya team awak media keluar dari tempat rapat di lokasi TPST
Samsul Bahri Kabid DLHK Kabupaten Tangerang yang kebetulan hadir untuk meninjau kelayakan tempat pengolahan sampah menyebutkan, “Dengan adanya keluhan masyarakat maka kami menindaklanjuti,” ungkapnya.
Samsul Bahri menerangkan, “Sementara untuk ijin sendiri belum ada, kami akan berkoordinasi ke dinas terkait untuk uji SNI cerobong asapnya kan harus dari kementerian.”
Kedatangan awak media berdasarkan informasi masyarakat adanya dugaan pungutan uang sebesar Rp 200 ribu per KK dan bulanan sebesar Rp25.000 dari pengurus TPST yang dikelola mengatasnamakan paguyuban di lokasi perumahan Bumi Puspitek Asri Pagedangan.
Keberadaan TPST sangat meresahkan warga sekitar. Salah seorang warga berinisial AA menjelaskan kepada awak media, “Saya bingung dengan pengurus TPST 3R.”
Salah satu warga lainnya yang berinisial H mengatakan, ” Akibat pembakaran sampah sangat berdampak ke masyarakat. Sangat bau dari asap jelas dan ini sangat berdampak ke masyarakat dan terasa sampai ke rumah warga,” katanya kepada awak media.
“Saya berharap secepatnya harus ada tindakan dari pemerintah desa, kecamatan atau penegak hukum dan instansi lainnya,” lanjut H.
Di tempat yang sama warga berinisial R menambahkan, tidak jarang mereka mempersekusi warga siapa saja yang kira-kira tidak sepaham dengan paguyuban BPA. “Kelompok mereka itu sudah lebih-lebih dari pada ormas,” ucap R kepada awak media
“Kebanyakan warga tidak mau ambil pusing walaupun sangat terganggu dengan kegiatan mereka. Menurut saya menyalahi aturan. Tidak memenuhi standar pengelolaan sampah. Itu dikarenakan bau asap itu sudah terasa ke permukiman,” lanjutnya.
Warga sebagian takut dengan oknum kelompok paguyuban tersebut karena mereka tidak segan mengancam dan persekusi kita. “Warga itu ingin nyamanlah pak,” lanjut R kepada awak media.
Masih menurut R, masalah sampah di bumi Puspitek Asri tidak urgen karena menurut saya pribadi dan saya sendiri memilih pengangkutan sampah secara mandiri yang sudah disediakan pemerintah melalui dinas kebersihan setempat.
H dan R sependapat, bahwa apa yang ditawarkan oleh pengurus paguyuban ini bukan sosial, “Melainkan untuk dibisniskan,” tegas mereka.
Mengapa? “Karena untuk pendaftaran sendiri dari sebelum tahun baru itu, Rp200.000 dari awal bulan tahun baru sampai Maret itu Rp 350.000 dan seterusnya sampai Rp 500.000 itu untuk biaya pendaftaran saja. Dan selanjutnya kolektif Rp 25.000 per bulan. Kita tidak hanya bayar kita warga juga wajib ikut kerja bakti setiap satu Minggu sekali di lokasi pengolahan sampah TPST, ” papar R. (dni/Red/PI)