PATRAINDONESIA.COM (Jakarta) – Sidang lanjutan Praperadilan tersangka suap Dadan Tri Yudianto kembali digelar di Pengadilan jakarta Selatan , Rabu (21/6/2023). Sidang praperadilan terhadap penetapan tersangka suap kepada Dadan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga berakhir pukul 15.00 WIB dipimpin Hakim Tunggal Ahmad Suhel.
Sidang Kali ini pihak pemohon (Dadan Tri Yudianto) diwakili para penasehat hukum yang dipimpin Willy Lesmana Putra SH menghadirkan saksi ahli pakar hukum Dr Margarito Kamis SH dan Dr Eva Achjani Sulfa SH.
Menjawab pertanyaan penasehat hukum pemohon (Dadan), Margarito menjelaskan, untuk menentukan tersangka, harus ada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Dan harus ada orang yang diduga. Surat perintah penyidikan juga harus mengenal batas jangkauan. Yaitu orang yang diduga. Karena itu, surat perintah penyidikan yang tidak ada namanya, tidak mengikat pada orang yang kemudian dijadikan tersangka.
Apakah satu keterangan dari satu orang saksi serta merta dapat membuat terang suatu keadaan hukum, terutama terhadap orang yang semula dijadikan saksi.
Menurut Margarito, “Hal itu tidaklah mungkin. Keretangan satu orang tidak dapat menentukan status hukum seseorang. Karena itu dipastikan bahwa keterangan itu tidak bersih dan tidak kokoh. Dari sisi administrasi hukum, menurut saya hal itu tidak mungkin.”
Satu keterangan saksi ditambah satu keterangan ahli, apakah dua keterangan ini dapat menjadi dasar satu pertistiwa hukum?
“ Seorang ahli menjelaskan bukan mengungkapkan fakta, tetapi ahli adalah menjelaskan dengan pengetahuan, ” lanjut Margarito.
Penetapan Dadan sebagai tersangka, mengandung berbagai kejanggaalan. Karena itu, Willy selaku penasehat hukum pemohon menanyakan, apakah logis bahwa pengembangan penyidikan , sprindik serta SPDP terbit hanya berselang satu hari. “Kalau pendapat saya, hal itu tidak logis dan tidak wajar,” tegas Margarito.
Anggota penasehat hukum pemohon juga menanyakan, “Apakah sprindik tersangka lain A,B,C,D misalnya, yang namanya disebut secara jelas, dapat digunakan untuk menetapkan tersangka orang lain yang namanya tidak dicantumkan?”
Margarito kembali mengatakan, bahwa hal itu tidak bisa dibenarkan. Karena setiap tersangka, harus diperiksa dengan dasar perintah atau sprindik sendiri. Tidak bisa menggunakan sprindik orang lain.
Terhadap pertanyaan yang sama, saksi ahli Dr Eva Achjani Sulfa SH menjelaskan, bahwa penetapan seorang tersangka dengan menggunakan sprindik tersangka lain, maka “Penetapan tersangka terhadap seseorang tersebut tidak sah.”
Persidangan dengan mendengarkan pendapat dua orang saksi ahli ini berlangsung sangat intens. Sehingga Hakim Ahmad Suhel sangat serius menyimak menjelasan pada ahli. Bahkan Hakim Suhel beberapa kali menegur pihak termohon, yaitu pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tampak mengulang-ulang pertanyaan dan tidak fokus.
Atas dasar argumen hukum dan penjelasan para ahli yang menyatakan penetapan tersangka atas seseorang yang tidak memenuhi unsur-unsur material dan prosedural, maka apa yang dilakukan KPK tersebut selain tidak proseduran juga cacat material.
Margarito mengatakan, hal itu tidak logis secara prosedur hukum. Dan menurut Eva, penetapan tersangka dengan cara seperti itu, “Maka penetapannya tidak sah,” tegas Eva.
Terhadap fakta persidangan di mana para ahli menyatakan ‘tidak logis’ dan ‘tidak sah’, hal itu sangat menguatkan tuntutan pihak Dadan sebagai pemohon. Karena itu, kata Willy usai sidang. “Kita mohon kepada hakim agar memutuskan Surat Perintah Penyidikan yang diterapkan untuk Dadan adalah tidak sah dan tidak berdarkan atas hukum. Oleh karena itu, penetapan atas Dadan tidak memiliki kekuatan mengikat. Penetapan terhadap Dadan sebagai tersangka adalah tidak sah. Karena itu, kita berharap, KPK agar menghentikan tindakan penyidikan terhadap pemohon,” tegas Willy.
Kamis (22/6/2023), agenda sidang adalah mendengarkan saksi ahli yang diajukan oleh pihak KPK selaku termohon. (*/Red/PI)