PATRAINDONESIA.COM (Malang)- Sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021 yang diumumkan pada tanggal (31/08/2021),
perusahaan leasing seperti mendapatkan angin segar dalam melakukan eksekusi sertifikat jaminan fidusia.
Mulai marak kembali leasing menggunakan jasa pihak ketiga dalam upaya menguasai hak kepemilikan dengan jaminan fidusia.
Seperti kejadian yang dialami oleh Sutikno (41) seorang jurnalis warga Jl. Laksda Adi Sucipto Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Yang menjadi korban penarikan motor.
Korban mengalami kejadian tidak menyenangkan saat hak kepemilikannya berupa motor honda Vario 150 hendak ditarik paksa oleh 5 orang di Jl. Merdeka kota Malang. Diduga mereka adalah mata elang (matel) atau colector . Sabtu (09/10/2021)
Karena korban tidak mau, pihak collector memaksa korban untuk ke kantor leasing dengan dalih untuk menyelesaikan proses administrasi.
Namun saat di kantor leasing untuk proses administrasi , motornya digembok sehingga korban terpaksa pulangnya naik ojek online.
“Saya kaget saat dihentikan paksa di jalan Merdeka kemarin oleh 5 orang yang mengaku colector dari sebuah leasing. Karena tidak mau motor diambil, saya menyetujui saat mereka memaksa untuk diselesaikan di kantor leasing. Saat mau pulang dari kantor lah kok motor saya digembok,” kata Sutikno
“Jelas pelayanannya merugikan saya sebagai salah seorang nasabah, tidak ada kemanusiaannya. Lagipula, saya merasa track record saya baik dalam cicilan,” keluhnya.
Merasa tidak mendapatkan pelayanan terbaik maka korban dengan didampingi Tim Kuasa Hukum dan rekan seprofesi, Selasa (12/10/2021) melaporkan kejadian ini ke Satreskrim Polresta Malang Kota.
Sutikno menjelaskan, bahwa dia selalu taat membayar cicilan motornya dengan total sekitar Rp 1,4 juta per bulan. Namun dalam kurun tiga bulan terakhir ini agak terlambat. Namun saya tetap berupaya beritikad baik dengan mencicil walaupun tidak secara penuh. Rabu 13/10/2021
Sementara itu, Kapolresta Malang Kota AKBP Budi Hermanto, S.I.K., M.Si saat dihubungi awak media mengatakan, jika pihaknya telah menerima aduan dari salah seorang jurnalis tersebut.
Perusahaan pembiayaan atau leasing dapat menyita barang kredit dari debitur atau jaminan fidusia tanpa putusan Pengadilan Negeri (PN). Namun, debitur harus mengakui terlebih dahulu bahwa ada wanprestasi.
Adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditor melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditor dan debitor atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji.
Sertifikat jaminan fidusia yang berisi identitas pemberi dan penerima fidusia, uraian benda, nilai penjaminan, hingga nilai benda mencantumkan kalimat ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’ seperti bunyi putusan pengadilan.
Kalimat tersebut menjadi kekuatan bahwa jika terjadi masalah atau wanprestasi maka pelaksanaan eksekusi tetap melalui putusan Pengadilan. Tidak sepihak.
Tindakan sepihak akan berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang dan kurang manusiawi baik fisik maupun psikis terhadap debitor yang acapkali mengesampingkan hak-hak pemberi fidusia.
Sedangkan untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, Polri menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2011.
Perkap ini bertujuan untuk terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggung jawabkan serta terlindunginya keselamatan dan keamanan Penerima Jaminan Fidusia, Pemberi Jaminan Fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa. (Teguh/Red/PI)