PATRAINDONESIA.COM (Jakarta) – Para peserta aksi Lima Januari (Malari) dari berbagai daerah sudah berdatangan ke Jakarta malam ini (4/1/2022).
Para driver ojek online (ojol) yang berencana melakukan aksi unjuk rasa pada besuk Rabu (5 Januari) di pusat kota Jakarta, malam ini sudah bersiap. Terutama yang berasal dari daerah.
Mereka diantaranya berasal dari Bali, Demak,Tegal, Bandung, Lampung, Palembang, Medan.
“Yang paling banyak dari Jawa Barat, Banten dan Jabodetabek, ” kata Anton, Ketua Umum Patra Indonesia, inisiator aksi Malari ini kepada patraindonesia.com.
Anton menuturkan, aksi damai ini bermaksud mengingatkan pemerintah atas janjinya memberikan payung hukum terhadap driver ojol tiga tahun silam.
“Sampai hari ini, tidak ada produk hukum yang melindungi ojol dari berbagai masalah,” paparnya.
Karena itu, “Kami dari Patra dan Laskar Malari, ingin mengingatkan janji pemerintah tiga tahun silam yang menjanjikan adanya perlindungan berupa payung hukum terhadap ojol, ” lanjutnya.
Di tempat terpisah, pengamat ojol, YS Widada kepada patraindonesia.com menjelaskan, status ojol sebagai sarana transportasi sangat lemah secara hukum.
Karena itu memang butuh payung hukum. “Soal ini, berbagai komunitas ojol sudah sering mengingatkan. Baik melalui surat, melalui forum dialog maupun menghadap langsung kepada stake holder. Tetapi entah kenapa tak ada respon positif sampai saat ini, ” paparnya.
“Padahal populasi ojol ini sangat besar. Dan di dalam sistem ketenagakerjaan ia paling rentan. Lebih parah dibanding buruh pabrik. Tidak ada aturan jam kerja, tidak standar upah, tidak ada asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan, tidak ada THR saat hari raya, ” lanjut Widada.
“Padahal dalam hubungan kerja dengan perusahaan, ojol ini disebut sebagai mitra. Tapi perlakuan perusahaan terhadap ojol sebagai mitra, sangat menyedihkan. ”
Karena itu, YS Widada menilai, wajar jika para ojol hari ini menuntut kejelasan status mereka. Termasuk, menuntut hak-hak mereka sebagai mitra.
Dan karena tak ada payung hukum, masih papar Widada, perusahaan aplikator berlaku semena-mena terhadap ojol.
“Misalnya dalam menentukan soal tarif, soal potongan 20 persen, bahkan soal hak mendapat standar pendapatan, hak cuti, hak tunjangan hari raya, asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan dan sebagainya.”
Hal ini, menurut Widada, merupakan kelalaian pemerintah. Sampai tiga tahun payung hukum itu tak ada tanda-tanda muncul. “Dulu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadilah yang menjanjikan payung hukum itu. Sekarang para ojol menagih janji Menteri Perhubungan.” (Marully/Red/PI)