PATRAINDONESIA.COM (Lampung) – Persoalan pidana yang sering terjadi di masyarakat, banyak yang diselesaikan dengan Restoratif Justice (RJ), namun justru menimbulkan kontradiksi bila masyarakat tidak seutuhnya mengetahui istilah tersebut.
Menurut Edi Susanto (Cak Edi) peran serta dalam melakukan penyelesaian kasus pidana ataupun perdata memiliki standar yang harus diberlakukan agar kejadian-kejadian tersebut tidak berulang.
“Penyelesaian secara perdamaian atau disebut sebagai Restoratif Justice (RJ) harus memenuhi standar hukum,” ungkap Cak Edi saat berada di Sekretariat relawan Ganjar Mahfud di Jalan Way Ratay desa Sidodadi Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Sabtu (23/12/2023).
“Bagi saya peranannya perangkat desa dan kepolisian dalam upaya penyelesaian RJ sangat membantu masyarakat, namun semua kasus hukum tidak semua bisa di selesaikan dengan RJ, karena ada kriteria yang harus dilakukan,” kata Cak Edi.
“Tindak pidana yang terjadi harus dapat memenuhi kriteria sesuai dengan persoalan yang terjadi,” ungkap Edi.
Berikut ini batasan batasan hukum yang dapat diselesaikan dengan RJ.
1.Kasus tindak pidana pertama kali.
2. Kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana berada di bawah batas tertentu (misalnya, Rp 2,5 juta).
3. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban untuk mengikuti pendekatan restorative.
4. Ancaman pidana yang dijatuhkan hanya berupa pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
5. Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban.
6.Pelaku wajib mengganti kerugian yang dialami oleh korban.
7.Pelaku juga harus mengganti biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana.
“Dari 7 poin yang tertera, harus memenuhi keseluruhan dan jika dari poin diatas ada yang tidak memenuhi syarat maka perdamaian melalui Restorative Justice (RJ) batal demi hukum dan pelaporan harus berjalan dengan sebagai mestinya,” cetusnya.
“Namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaian perkara dengan restorative justice tidak berlaku untuk kasus-kasus tindak pidana yang berkaitan dengan keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat dan wakilnya, ketertiban umum, serta kesusilaan,” jawabnya.
Selain itu, restorative justice juga tidak diterapkan pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, korupsi, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi,” pungkas Cak Edi. (Asen/Red/PI)