PATRAINDONESIA.COM (Kotawaringin Lama) – Pemugaran Astana Alnursari yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kalimantan Timur terancam gagal.
Hal itu akibat kelalaian BPCB Kaltim dan Pemenang tender pengadaan bahan.
Demikian rilis yang diterima patraindonesia.com dari ahli waris Astana Alnursari yang berada di Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Menurut pewaris Astana, Gusti Samudera, kegiatan yang dilaksanakan terkesan mubazir untuk menangani kegiatan pemugaran Astana Alnursari.
Kegiatan yang riil dilaksanakan, menurut Samudra, hanya observasi 4 buah talang, dan pembuangan pasir. “Tampaknya lebih banyak sumber daya yang dihabiskan untuk mobiltas tim ke lokasi. Bayangkan saja, dalam 1 bulan ini sudah begitu banyak biaya yang keluar hanya untuk bolak balik tim dari Kalimantan Timur.”
Sekedar gambaran, sudah ada 8 – 10 orang BPCB mondar-mandir Kotawaringin Lama-Samarinda. Jika tiket dan akomodasi plus uang saku per orang mencapai Rp6 juta, “Maka sudah Rp60 juta terbuang, ” kata Samudra.
Selain itu, menurut ahli waris Astrana, ada lagi hal ganjil seperti permintaan ketua tim yang tak lazim. Yaitu meminta ahli waris menyiapkan 10 KTP untuk keperluan administrasi. Padahal yang bekerja sebagai pekerja tidak sampai 10 orang.
Selain itu, Gusti Samudra mengaku kecewa, karena bahan bangunan yang datang seperti atap sirap banyak yang rusak atau cacat.
Dari 1.670 keping atap setelah disortir hanya 307 keping yang bisa digunakan. Itupun dengan catatan harus diserut lagi karena bahan yang ada bergelombang dan kasar.
Sebagai ahli waris Astana Alnursari, Gusti Samudra menangkap kesan, pemugaran ini hanya proyek untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun.
“Ya saya merasa tidak ada keseriusan untuk pemugaran. Kegiatan ini hanya untuk menyerap anggaran saja. Padahal saya sudah sampaikan bahwa jangan menjadikan Astana Alnursari sebagai objek kegiatan proyek.”
Pihaknya akan melaporkan hal ini ke Direktur Jenderal Kebudayaan, agar bisa meminta Inspektorat Jenderal Kebudayaan di Jakarta untuk melakukan audit kegiatan pemugaran Astana Alnursari oleh BPCB Kalimantan Timur.
“Saya sangat kecewa dengan hasil kegiatan proyek ini. PPK dan Ketua Tim yang melaksanakan kegiatan ini tidak serius dalam mengawasi pengadaan bahan oleh pihak ketiga.
Kenapa saya bilang begitu? Karena pengadaan bahan seperti atap sirap tidak diawasi. “Lihat saja bahan atap yang dikirim ke lokasi lebih banyak yang cacat seperti pecah, berlobang, terpotong dan sebagainya.”
Menurut Samudra, mestinya barang itu sebelum dikirim diperiksa lebih dahulu. Sehingga sampai di Astana Alnursari itu bahan yang layak sesuai speknya. Karena tidak diperiksa, bahan yang ada tidak layak pasang karena cacat. Seperti pecah, berlobang, terpotong, terlalu tipis dan lainnya.
“Dari 1.670 keping atap, setelah disortir hanya 307 keping yang layak digunakan,” tandas Samudra.
Pihak PPK menurut Samudra bersikap tidak profesional dan sembarangan. Disebutkannya, pihak PPK kepada Samudra mengatakan, kalau ketebalan bahan sirap tidak sampai 1 cm, kalau sudah diserut hanya 0,5 Cm. “Maka, nanti pemasangannya di-double,” kata Samudra menirukan penjelasan pihak PPK.
“Miris saya mendengar ucapan itu dari PPK, terlihat sekali tidak menghargai warisan leluhur kami,” tegasnya.
Dalam keadaan yang sudah mepet tenggat sisa waktu hingga akhir tahun anggaran, “Saya manduga pemugaran Cagar Budaya Astana Alnursari ini bakal gagal. Dan kalau begini, lebih baik kami sebagai ahli waris akan memohon untuk keluar saja dari daftar cagar budaya di bawah BPCB, ” pungkas Samudra. (tim/Red/PI)