PATRAINDONESIA.COM (Jakarta Utara) – Serikat Tenaga Kerja Bongkar Muat (STKBM) Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) Tanjung Priok mengingatkan agar kenaikan upah TKBM Pelabuhan di atas prosentase kenaikan UMP DKI tahun 2022.
“UMP DKI naik 5,1% tahun 2022 ini. Kami minta kenaikan upah TKBM di atas angka itu,” tegas Ketua Umum STKBM, Muhammad Nurtakim di Jakarta, Rabu (19/1/2022),
Dia beralasan sepanjang tahun ini kegiatan bongkar muat di pelabuhan mengalami peningkatan. Bahkan data trafik kapal di pelabuhan tersibuk di Indonesia tersebut naik 4,89%. Itu artinya, imbuhnya, kegiatan bongkar muat naik secara keseluruhan.
Selain itu, meskipun situasi pandemi, kegiatan bongkar muat di pelabuhan terus berjalan.
“Tahun lalu kita memaklumi tidak ada kenaikan upah, nah tahun ini kami meminta agar angka kenaikan upah di atas prosentase UMP DKI. TKBM di pelabuhan Priok itu berstatus sebagai pekerja harian lepas yang jumlah hari kerjanya tidak menentu. Karena itu kami meminta agar TKBM mendapatkan upah yang lebih layak,” katanya.
Nurtakim memastikan akan terus mengawasi proses pembahasan kenaikan upah yang saat ini sedang dilakukan Koperasi TKBM dengan asosiasi perusahaan bongkar muat.
Selain soal upah, Muhammad Nurtakim juga meminta pemerintah untuk mempertahankan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Dirjen di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja serta 1 Deputi Kementerian Koperasi tentang Pembinaan dan Penataan Koperasi TKBM di Pelabuhan.
Menurutnya, secara regulasi aturan tersebut harus dipertahankan karena menjamin kepastian status pengelolaan TKBM di pelabuhan.
Nurtakim menduga wacana pencabutan SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi tersebut hanya untuk membuka kran liberalisasi pengelolaan TKBM dengan mengijinkan
banyak badan usaha.
“Sesuai amanat UUD 1945, pemerintah harus melindungi keberadaan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, salah satunya Koperasi TKBM,” urainya.
Menurutnya, jika wacana pencabutan SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi dilaksanakan, besar kemungkinan akan mengubah status TKBM menjadi pekerja outsourcing. Padahal, yang seharusnya dilakukan pemerintah itu meningkatkan pengawasan pelaksanaan hak-hak normatif TKBM sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2007.
Sebab, imbuhnya, sampai saat ini masih ada perusahaan bongkar muat yang tidak membayar upah sesuai ketentuan. Dia mengaku heran dengan kondisi TKBM yang memprihatinkan namun dituding sebagai penyebab inefisiensi biaya logistik.
“Kami siap buka-bukaan data tentang biaya logistik di pelabuhan. Berapa persen yang dibayarkan pemilik barang, dan berapa persen yang dibayarkan kepada perusahaan bongkar muat dan pihak lainnya,” pungkasnya (Asen/red/PI)