oleh

Apriyan Sucipto, SH, MH Pemerhati Sosial: Kisah Inspiratif Menunduk Tapi Menanduk

PATRAINDONESIA.COM (Lampung) – Filosofi strategi yang banyak sudah dipakai, jika anda ingin memakainya maka perlu untuk mencari tau kisah kisah sejarah tokoh besar siapa saja yang berhasil memakainya.

Jaka tingkir dahulu perlu meyakinkan sultan Demak dengan melompat kolam, menghancurkan kepala banteng, akhirnya menjadi bagian keluarga demak seorang Adipati Pajang. “Ya bagian pertama adalah mengambil hati orang yang berkuasa,”.

Jaka Tingkir dikisahkan merupakan keturunan seseorang yang berhak atas Tahta Majapahit namun tersingkir ketika Demak menjadi Surya Nusantara setelah Majapahit.

Begitu juga Sutawijaya, yang merupakan anak angkat Sultan Hadiwijaya yaitu gelar Jaka Tingkir setelah naik tahta menjadi Sultan Pajang, pada mulanya adalah patuh dan selalu berupaya menyelesaikan tugas-tugas dengan baik, namun kemudian Sutawijaya melakukan penentangan terhadap Pajang untuk kemudian akan mendirikan Mataram.

Dalam filosofi Minang juga ada yaitu Bia Kaniang Baluluak yang penting tanduk manganai, artinya biar kening berlumpur yang penting tanduk terkena sasaran.

Minang menurut sumber-sumber Jawa memang Adityawarman dan sebagian besar pengikutnya terkait dengan Jawa, Sehingga strategi perang padang sibusuk pun mirip dengan strategi perang Dyah Wijaya untuk menjebak tentara Tatar Nagari atau Yuan.

Permasalahanya jika seseorang sudah rapi menggunakan strategi ini maka anti strateginya akan sulit untuk melawannya, sebab dalam menunduk tadi sudah banyak kekuatan yang dikumpulkan dalam diam daripada ketika seseorang terang terangan menunjukkan taringnya yang membuat lawan akan bersiap dan waspada.

Wijaya juga menunduk pada Yuan saat ia tidak sanggup menghadapi penguasa Kadiri sendirian, sebab balatentara Kadiri sangat besar.

Namun Yuan pun perlu map atau peta dan kelemahan-kelemahan Kadiri yang informasi itu dimiliki Wijaya. Setelah itu Dyah Wijaya menanduk Yuan sebab memang tidak ingin tunduk sejak awalnya , apalagi Yuan mau meminta Puteri Puteri Raja Singhasari.

Mungkin harus menjadi tembok berbahan beton agar tidak bisa ditanduk oleh banteng yang sedang menunduk, seperti stalin penguasa Uni Soviet yang hatinya bagai es yang beku di kutub tidak bisa leleh.

Meskipun anaknya yang tertangkap oleh Jerman hendak dijadikan pertukaran tawanan dengan Perwira Jerman namun baginya itu tidak sebanding menukar perwira dengan prajurit berpangkat lebih rendah.

yang terlihat patuh dan penurut bisa jadi akan menjadi Banteng yang meruntuhkan kebanggaan seseorang. Menjadi pawang banteng itu harus ekstra hati hati.

Penulis: Apriyan Sucipto, SH, MH Pemerhati Sosial Politik dan Budaya.(Asen/Red/PI).

 

Loading