PATRAINDONESIA.COM (Yogyakarta) – Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) – Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tentang hubungan bisnis antara perusahaan, gojek dan grab cukup mengejutkan.
Meski isu yang diangkat sudah menjadi pengetahuan umum, tetapi penelitian tersebut menjadi pembenar bahwa hubungan industrial atau hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pekerja sangat tidak mutualistis.
Berikut ini hasil penelitian tersebut sebagaimana dilansir oleh media suara.com (1/5/2021).
Disebutkan bahwa dalam pengambilan keputusan, para mitra tidak berdaya.
Semua keputusan penting dalam proses kerja menjadi kewenangan perusahaan platform.
Para ojol tidak memiliki hak bersuara dalam proses mengambil keputusan yang seharusnya mereka peroleh ketika statusnya adalah mitra.
Keputusan tentang penentuan tarif, sanksi, bonus, orderan, algoritme, dan mekanisme kerja dalam kemitraan diputuskan sepihak oleh perusahaan, tanpa ada ruang bersuara bagi para ojol.
Kontrol proses kerja ojol
Konsep kemitraan dalam ekonomi gig selama ini diklaim oleh perusahaan aplikasi dapat mendorong model kerja yang memberi kebebasan hingga kemerdekaan pada mereka yang bermitra untuk menentukan waktu kerja dan menjadi tidak terikat.
Pada kenyataannya, perusahaan aplikasi mengendalikan para ojol sebagaimana kontrol yang sering kita temui di industri manufaktur dengan hubungan antara buruh dan pengusaha.
Fungsi kontrol ini digunakan untuk mendisiplinkan ojol, sehingga membuat mereka harus kerja lebih disiplin, lebih lama, dan lebih berat lagi. Kontrol kerja dari perusahaan kepada ojol dilakukan melalui tiga cara: sanksi, penilaian konsumen, dan bonus. (yes/red/PI/bersambung)