oleh

Hari Janda Internasional Dalam Pandangan Undang-undang dan Peraturan di Indonesia

PATRAINDONESIA.COM, (Jatim)-Tahukah kita bahwa setiap tanggal 23 Juni diperingati sebagai hari Janda Internasional. Sejak tahun 2011 hari janda sudah diperingati.

Dikutip dari laman Times Now News , Hari Janda Internasional adalah hari aksi yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh jutaan janda di banyak negara.

Hari Janda Internasional didirikan oleh The Loomba Foundation sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di London, Inggris Raya, dan diluncurkan di House of Lords di London pada 26 Mei 2005. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah janda.

Tanggal 23 Juni dipilih karena pada hari itu di tahun 1954, Shrimati Pushpa Wati Loomba, ibu dari Lord Loomba, menjadi janda. Loomba Foundation kemudian memimpin program kampanye global untuk pengakuan PBB selama lima tahun.

Mereka berhasil ketika pada 2010, PBB dalam keputusan bulat, mengadopsi Hari Janda Internasional sebagai hari aksi global tahunan oleh Majelis Umum PBB.

Hari Janda Internasional diharapkan dapat memberikan kesempatan para janda beraksi guna mencapai hak dan pengakuan penuh mereka secara sosial. Janda sebagai wanita yang tidak terlihat dan masalahnya tak terlihat “Invisible Women, Invisible Problems”, demikian dijelaskan PBB.

Peringatan ini juga berbicara tentang memberikan para janda informasi tentang akses yang adil dalam urusan warisan, tanah, sumber daya produktif , pensiun dan perlindungan sosial yang tidak didasarkan pada status perkawinan saja serta pekerjaan yang layak dan upah yang sama.

Bagaimana di Indonesia ?????

Pemerintah Indonesia melalui undang-undang dan peraturan adat dan agama lebih dulu mengatur dan memberi perlindungan mengenai janda.
Hal tersebut tertuang dalam ;

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bab VIII pasal 41 yang mengatur Akibat putusnya perkawinan karena perceraian
3. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277)
4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4990)
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109), sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Tentang Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil dtambah Surat Edaran Nomor : 08/SE/1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil ditegaskan pada bagian perceraian butir 27

Putusan Mahkamah Agung , Menurut hukum adat diseluruh Indonesia, seorang janda perempuan merupakan ahli waris dari barang-barang asal dari suaminya, dalam arti:sekurang-kurangnya barang asal tsb. Harus tetap ditangan janda sepanjang untuk hidup secara pantas sampai ia kawin lagi atau meninggal. Sedang dibeberapa daerah di Indonesia dalam hal barang-barang warisan amat banyak, Janda berhak atas bagian warisan seperti seorang anak kandung (Pts. No. 302 K/Sip/11960 tanggal 2 Nopember 1960)

Pemerintah Indonesia sudah mengambil tindakan untuk menegakkan komitmen untuk memastikan hak-hak
janda sebagaimana diabadikan dalam hukum internasional, termasuk Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan Konvensi Hak Anak.

Mereka di negara lain sedang berjuang sementara Indonesia sudah menetapkan dan melaksanakan. Indahnya Indonesia. (Teguh/Red/PI)

Loading