BARITORAYAPOST. COM (Pangkalan Bun) — Berkeliling hutan menggunakan perahu adalah pekerjaan rutin anggota Komunitas Karya Masoraian.
Mereka berkewajiban menyelamatkan hutan seluas 3.006 hektare. Lokasinya berada di Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Dalan kawasan hutan tersebut terdapat Danau Masoraian. Danau ini tercatat sebagai salah satu situs budaya, sebagai satu kesatuan dengan Cagar Budaya Astana Alnursari.
Dalam hal penjagaan itu Komunitas Karya Masoraian bermitra dengan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Yaitu sebuah perusahaan kelapa sawit yang berkantor di Pangkalan Bun.
“Danau Masoraian itu adalah satu daru tujuh danau yang ada di kawasan ini yang masih ada. Yang lain sudah punah dan berubah jadi ladang masyarakat atau kebun perusahaan, ” kata Gusti Samudra, selaku Ketua Yayasan Alnursari.
“Karena itu, sebelum musnah, maka harus diselamatkan,” lanjut Samudra.
Dijelaskannya, untuk menyelamatkan hutan bersama danaunya, maka Yayasan Alnursari bersama masyarakat sekitarnya membentuk Komunitas Karya Masoraian.
Sebelumnya, Kusnadi selaku Ketua Komunitas Masoraian menjelaskan, dalam patroli dan menjaga hutan, pihaknya bermitra dengan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (PT SSMS). Yaitu sebuah perusahan yang berkantor pusat di Pangkalan Bun.
“Kami bermitra dengan PT Sawit Sumbermas Sarana dalam menjaga hutan ini,” kata Kusnadi.
Sebagai mitra, lanjut Kusnadi, PT SSMS memberikan dukungan logistik dan peralatan untuk penjagaan termasuk patroli hutan itu.
“Tujuan penjagaan adalah memantau, mengawasi, menegur bahkan melaporkan ke pihak penegak hukum jika ada tindakan pelanggaran hukum di lapangan, ” lanjut Kusnadi.
“Banyak macam pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan hutan. Mulai dari pembukaan hutan untuk berladang, penebangan kayu untuk dijual, penangkapan ikan menggunakan jaring terlarang seperti jenis jaring selambau dan sangga,” kisah Kusnadi.
Ada banyak warga yang dilibatkan baik dalam menjaga maupun patroli ini. Bisa tiga atau empat orang secara bergantian yang berpatroli keliling setiap hari.
Menurut Kusnadi, ada dua model patroli, yaitu melalui jalur perairan dan jalur darat. Jalur perairan dimulai dari menyusuri Sungai Lamandau dengan perahu. Kemudian dilanjutkan ke dalam hutan termasuk ke Danau Masoraian.
Sedangkan yang satunya lagi, dimulai dari menyusuri perbatasan HKm Masoraian yang ada di daratan yang ditempuh dengan jalan kaki.
“Jalur darat medannya cukup berat,” tutur Dilan, salah seorang anggota. “Karena sebagian kita harus menyeberangi rawa gambut,” lanjutnya.
Sedangkan jika lewat jalur sungai, dimulai dari menyusuri perbatasan Hkm Masoraian di tepi sungai besar, yaitu Sungai Lamandau.
Setelah kita masuk ke anak-anak sungai menuju ke dalam hutan. Ada beberapa anak sungai yang bisa dilewati. “Ada Sungai Sampak Besar, Sungai Sampak Kecil, ada juga Sungai Sekumpaian,” tutur Wawan, salah seorang anggota.
Lewat anak-anak sungai itu, lanjut Wawan, kita masuk ke dalam hutan. “Kalau patroli keliling, kita bisa seharian di dalam hutan. Perahu biasa nyangkut di rumpun rotan atau nabrak pohon. Pokoknya seru. ” (*/Red/PI)