oleh

Ahli Waris Kaman Tuntut Ganti Rugi Tanah yang Dikuasai oleh PT. Bhadra Cemerlang Lestari. Ini Tekad Aranto Selaku Buyut Kaman

PATRAINDONESIA.COM (Tamiang Layang) – Pada zaman Belanda, kawasan Tabalong dan Barito Timur merupakan pusat peternakan kerbau.
Salah satu buktinya, Pemerintah Belanda menetapkan sebuah kawasan yang luasnya puluhan ribu hektare sebagai kawasan penggembalaan kerbau.

Lahan seluas puluhan ribu hektar itu, oleh Belanda ditetapkan sebagai areal penggembalaan kerbau bagi beberapa orang.

Terdapatlah sebuah surat yang dikeluarkan oleh Belanda pada tahun 1916.

Salah seorang diantaranya yang disebut dalam surat itu adalah orang bernama Kaman.

Kaman adalah seorang tokoh Sukubangsa Dayak Lawangan, yang kesahariannya mengembala kerbau tinggal di Murung Bulan, Kampung Kotam. Waktu itu pada zaman Belanda bersama Bangsa Dayak Lawangan lainnya membuat segel tanggal 25 juni 1916, schcrtskaart tanggal 6 Maret 1917 dan segel tahun 1955.

Saat wartawan Patraindonesia.com mencoba susuri dan menggali informasi salah seorang ahli waris dan pemegang Surat Kuasa dari Friyano tanggal 27 Maret 2021, Aranto berdasarkan hasil musyawarah keluarga turunan Kaman yang dihadiri Ahli Waris tanggal 19 Maret 2021.

Aranto (43) yang merupakan anak Imas, cucu Adjid dan buyut Kaman. Ia menerima wartawan media ini di rumahnya Desa Kotam, Kecamatan Patangkep Tutui, Kabupaten Barito Timur (Bartim) Propinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Jumat (5/8/2022).

Aranto menuturkan, waktu itu pada tanggal 14 Agustus 2006 Friyano Waning yang juga sebagai buyut Kaman mengirim surat ke PT. Bhadra Cemerlang Lestari (BCL) dan diterima oleh HRGA Kartiko Binudi. “Dalam surat kami lampirkan semua segel 1916, schcrtskaart 1917 dan segel 1955,” jelas Aran.

Aranpun menceritakan bahwa pihaknya juga bersurat Badan Pertanahan Nasional Barito Timur (Bartim).

Atas surat itu, Badan Pertanahan Nasional Barito Timur memberi respon. Pada suratnya tanggal 26 September 2006 nomor : 119.300.42 telah membuat telaahan, yang isinya :
1. Lokasi ini sulit
dibuktikan, baik
secara fisik
maupun
administrasinya
secara sah.
2. Sebaiknya mereka
yang pernah
merasa menggarap lokasi tersebut dipersilahkan untuk melakukan survey di lapangan, dan memasang tanda batas serta menggarap kembali tanah yang masih kosong (belum dikuasai orang lain).

Aranto memperkirakan luas tanah penggembalaan yang tercantum dalam surat berbahasa Belanda itu mencapai puluhan ribu hektare.

“Lahan moyang kami ini kurang lebih 10.000 hektare, kami selaku buyut Kaman akan bertekad memperjuangkan dan meminta ganti rugi kepada PT. Bhadra Cemerlang Lestari (BCL) yang menguasai tanah Ulayat Adat Suku Dayak Lawangan turunan moyang kami.”

Aranto berharap, agar perusahan kelapa sawit tersebut membayar ganti rugi kepada Bangsa Dayak Lawangan, khususnya keturunan orang-orang yang namanya tercantum dalam surat tersebut.

“Saya berharap agar PT. Bhadra Cemerlang Lestari (BCL) membayar ganti rugi lahan yang sudah mereka kuasai kepada kami pemilik lahan yang sah berdasarkan surat segel 1916, schcrtskaart 1917 dan segel 1955,” tutup Aranto. (Mardianto/Red/PI)

Loading